KRL Padat Tanpa Adat
How’s your think about this picture? So fucking thing.
Bagi warga Ibu Kota dan sekitarnya (Jabodetabek) pasti udah akrab banget dengan yang namanya KRL atau singkatan dari Kereta Rel Listrik. KRL ini menjadi primadona banget di semua kalangan yang ingin berpergian di sekitaran Ibu Kota dan rata-rata penggunanya adalah pekerja yang memang sudah menjadi rutinitas harian mereka.
Agaknya, membayangkannya aja udah engap banget ya. Tapi namanya transportasi umum, berdesakan sudah menjadi hal lumrah juga.
Tapi yang menjadi perhatian kita adalah, sebenernya pola apasih yang ada disana, maksudnya dalam penekanan yang bagaimana sehingga memunculkan judul seperti diatas. Sepertinya saya juga ragu dengan judul diatas, but i trust for my title. Wajar sih, karena saya adalah pengguna KRL kalau mau ke kampus jadi udah ngerasain berdesakan tiap hari. Apalagi kalau Senin pagi. Udah gausah ditanya lagi deh padetnya kayak apa, hahaha.
Berbicara adat pasti berakar dari yang namanya budaya. Budaya sendiri kebiasaan yang terus dilakukan dan turun menurun. Dalam sosiologi, budaya sangat berpengaruh dalam membentuk interaksi dan pola yang ada di masyarakat. Tau lah ya manusia itu dinamis banget.
Begitu pula di KRL. KRL dengan ke randoman dan penggunanya yang luar biasa banyak, membawa perubahan dalam segi sosiologi-baik interaksi ataupun hal lain. Urbanisasi yang telah membuat wajah Ibu Kota dan sekitarnya berubah sehingga budaya dari berbagai daerah berbaur menjadi satu tanpa pembatas. Luar biasa ya.
Eksistensi KRL di mata masyarakat memang tidak pernah padam. Transportasi umum yang murah dan mudah diakses ini seakan spesial termasuk adat atau budaya yang ada didalamnya.
KRL memang layak diagungkan oleh sebagian masyarakat, tapi tidak dengan adat dan budaya dalam lingkupnya. Memang sih ya kalau kita liat KRL itu selalu penuh dan gaada sepinya. Disinilah yang menjadi titik beratnya. Berdesakannya manusia yang ada di KRL atau stasiun nya, melahirkan adat dan budaya “tidak sabar” dan tidak mau mengalah. Artinya manusia yang ada dalam ruang lingkup KRL hanya terfokus pada dirinya-individualis.
Tidak hanya itu, tradisi tidak sabar orang Indonesia semakin menjadi di setiap jengkalnya. Agak kacau sih ya emang apalagi kalo lagi ngantri tiket. Udah ga ada yang bisa kita apa-apain deh tuh.
Lalu adat atau budaya yang hadir di KRL dan lingkupnya adalah tidak mau kalah/mengalah. Ini gausah di ragukan lagi. Apalagi kalau urusannya tempat duduk. Ibu-ibu biasanya sangat egois dalam hal ini. Gak hanya ibu-ibu aja, tapi wanita karir juga. Coba sekali-kali naik KRL, pasti yang duduk hampir 80% adalah perempuan.
Dari sinilah saya mencoba mengambil pikiran agak radikal, tidak adanya kesetaraan dalam hak gender. Kenapa saya hanya bicara hak saja tapi kewajiban tidak? Ya karena di tempat umum setiap orang berhak mendapatkan hak yang sama. Namun hal ini seakan tidak berlaku.
Perempuan seakan memiliki kekuasaan penuh atas tempat duduk yang ada. Berdalih bahwa mereka adalah “makhluk yang lemah” dan butuh mendapatkan hak yang spesial. What? Perempuan juga harus diperlakukan secara baik dan lagi-lagi, spesial. Agak weird sih, tapi memang seperti itu kenyataan dilapangan. Walau asumsi saya berdasarkan pengalaman bertahun-tahun, tapi semua itu tidak ada perubahan signifikan.
Hak kesetaraan gender yang harusnya di junjung tinggi tidak hadir dalam adat dan budaya KRL. Pengguna KRL khususnya perempuan memang biasanya wanita karir, tapi kan laki-laki juga bekerja dan mencari nafkah? Bicara lelah, laki-laki pun sama lelahnya bahkan ada yang lebih beban kerjanya-mungkin. Hal ini yang menjadi perhatian saya. Perempuan dan laki-laki mempunyai hak yang sama dalam mendapatkan hak duduknya. Bergantung pada porsinya. Kalau perempuan yang tidak nampak lelah, namun ada laki-laki yang nampak lelah dan lusuh seharian bekerja siapa yang harusnya mendapat duduk? Bisa anda pikirkan sendiri.
Hal itulah yang membuat adat dan budaya di KRL dan ruang lingkupnya menjadi negatif dan bahkan momok bagi yang mengerti pola yang terbentuk disana. Sangat luar biasa ya.
Mungkin itu saja yang dapat saya berikan. Mungkin singkat ya, maklum hanya berdasarkan pegalaman dan opini yang saya buat saja. Sampai jumpa di ketikan selanjutnya. See You~.